Bisakah Social Media Distancing Redakan Kecemasan karena Corona?
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak virus corona atau COVID-19 mewabah, beragam berita beredar di media sosial. Ada yang benar, tapi banyak yang merupakan kebohongan. Berita-berita ini kerap memancing keresahan.
Disadari atau tidak, jika tidak dikelola intensitas kunjungan ke media sosial bisa meningkatkan kecemasan di tengah situasi wabah ini. Perlukah kita social media distancing atau menghindari media sosial?
Melansir laman American Heart Association News, Sabtu 28 Maret 2020, psikolog klinis Debra Kissen dari Chicago mengatakan pemberitaan tentang virus corona yang terus-menerus memicu kegelisahan dan kepanikan yang bisa menjadi faktor penyakit jantung.
Di sisi lain, Kissen CEO Light on Anxiety CBT Treatment Center di Amerika Serikat menjabarkan media sosial tidak terlalu menakutkan asalkan kecemasan dapat dikelola. Jika media sosial bisa digunakan dengan benar dapat membantu Anda menemukan keseimbangan.
Kissen mengakui pandemi virus corona belum pernah terjadi sebelumnya sehingga muncul ketidakpastian dan merisaukan. Kini, orang-orang mudah khawatir saat mendengar tetangga batuk, apakah aman berdekatan, amankah pergi ke supermarket yang jauh dari rumah, dan masih banyak lagi.
Respons otak Anda terhadap ketidakpastian seperti itu adalah definisi kecemasan. "Kecemasan adalah semua tentang masa depan, contohnya bagaimana jika? Apakah sesuatu yang buruk akan terjadi, dan apa yang bisa saya lakukan untuk melindungi diri saya sendiri?" ucapnya.
Saat menghadapi ancaman yang terlihat, otak Anda dapat memutuskan antara melawan atau menghindar. Berbeda di situasi sekarang yang penuh ketidakpastian, otak Anda mencari apa yang dapat dikontrolnya. Saat itulah sejumlah respons cemas bermunculan seperti panic buying atau belanja berlebihan dipicu kepanikan.
"Biarkan saya menimbun lebih banyak. Biarkan saya membaca lebih banyak. Mereka tidak memilih untuk menerima bahwa ada batasan kendali saya di saat ini," katanya.
Keith Hampton, Profesor di departemen media dan informasi di Michigan State University, Amerika Serikat mengungkapkan media sosial bisa memicu stres karena paparan berita buruk yang terus-menerus.
Namun Hampton menyebutkan tak semua aktivitas di media sosial tidak harus semuanya negatif."Kami tahu, misalnya, bahwa sejumlah kegiatan media sosial bisa saling memberi dukungan, menghibur, dan menginspirasi kegiatan sosial agar diteruskan kepada orang lain," tuturnya.
Jadi, saat Anda sedang sangat cemas, pastikan Anda menghindar dari informasi buruk di media sosial. Anda cukup melihat akun video dan cerita lucu. Anda buat waktu dan durasi tertentu saat mengakses media sosial.
Bila itu kurang efektif, coba berjarak dari media sosial untuk sementara waktu. Setelah kecemasan mereda, Anda bisa aktif di media sosial. Sebab pertemanan positif di media sosial bisa menambah semangat dan memupuk kebersamaan di tengah jarak yang memisahkan.