Komunikasi Budaya Kerja


Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) telah menetapkan lima budaya kerja (5BK) yang menjadi identitas para pegawainya, yakni integritas, profesional, inovasi, tanggungjawab, dan keteladanan. Mengawali semangat kinerja tahun 2020 ini, lima budaya kerja memiliki pesan komunikasi (communication message) yang memberikan bobot kerja produktif dalam rangka melahirkan komunikator (aparatur negara) yang berkualitas. Sebagai sebuah spirit kerja komunikatif, membutuhkan waktu yang cukup untuk membumikan budaya kerja ini dengan mengikutkan masyarakat (komunikan) sebagai mitra kontrol akademik. Makna pesan 5BK ini dapat menjadi saluran (channel) tindakan komunikasi yang melahirkan pengaruh (effect) sikap dan perilaku positif.
Pertama, integritas yang dimaknai sebagai“keselarasan antara hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik dan benar” merupakan modal utama dalam melaksanakan tugas birokrasi. Seseorang yang memiliki intergritas positif dapat dilihat dari sikap dan tindakan komunikasinya. Diantaranya, bertekad dan berkemauan untuk berbuat yang baik dan benar; berpikiran positif, arif, dan bijaksana dalam melaksanakan tugas dan fungsi; mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan menolak korupsi, suap, atau gratifikasi.
Memaknai kerja sebagai ibadah sebagai pesan komunikasi adalah tepat dalam memperkuat semangat mengalirkan energi positif intergritas ini selama melaksanakan kegiatan kepegawaian. Semestinya, semangat ibadah kerja ini dapat mendorong jiwa seseorang dalam melawan indikasi negatif integritas, seperti melanggar sumpah dan janji pegawai/jabatan; melakukan perbuatan rekayasa atau manipulasi; dan menerima pemberian dalam bentuk apapun di luar ketentuan.
Kedua, professional yang dimaknai sebagai“bekerja secara disiplin, kompeten, dan tepat waktu dengan hasil terbaik”merupakan tindakan komunikasi pegawai negeri yang semestinya dimaksimalkan. Sikap dan tindakan komunikasi positif yang profesional, diantaranya melakukan pekerjaan sesuai kompetensi jabatan; disiplin dan bersungguh-sungguh dalam bekerja; melakukan pekerjaan secara terukur; melaksanakan dan menyelesaikan tugas tepat waktu; menerima reward and punishment sesuai dengan ketentuan.
Semangat religius, intelektual, dan profesional—sebagai moto IAIN Jember—dalam melaksanakan tugas akan mampu menstimulasi seseorang bergerak tindakan profesionalitasnya. Sikap dan tindakan ini akan mendorong pengurangan indikasi negatif profesionalitas bagi pegawai. Diantara“media” indikasi negatif profesionalitas yang harus dilawan, diantaranya melakukan pekerjaan tanpa perencanaan yang matang; melakukan pekerjaan tidak sesuai dengan tugas dan fungsi; malas dalam bekerja; melakukan pekerjaan dengan hasil yang tidak sesuai dengan standar.Setidaknya, spirit religius, intelektual, dan profesional mampu memotivasi kita dalam bekerja sesuai bidangnya, bertindak profesional sebagai nilai integritas diri.
Ketiga, inovasi yang dimaknai sebagai “menyempurnakan yang sudah ada dan mengkreasi hal baru yang lebih baik”menjadi spirit bahwa perubahan yang lebih baik harus dilakukan tanpa harus menghilangkan sama sekali program lama. Semangat perubahan yang lebih baik dengan dilandasi taqwa (religius), setidaknya akan menuntut kita agar terus menambah kualitas diri, intergritas diri. Hal ini dapat dilakukan, diantaranya selalu melakukan penyempurnaan dan perbaikan berkala dan berkelanjutan;bersikap terbuka dalam menerima ide-ide baru yang konstruktif; meningkatkan kompetensi dan kapasitas pribadi; berani mengambil terobosan dan solusi dalam memecahkan masalah; dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam bekerja secara efektif dan efisien.
Penggunaan media sosial adalah salah satu inovasi yang penting dilakukan dalam menampilkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin untuk menjangkau masyarakat digital yang sudah “gandrung” dengan teknologi. Dengan terobosan seperti ini, media sosial akan dijadikan sebagai media komunikasi dalammengikis sikap dan tindakan komunikasi yang negatif dalam hal inovasi, seperti merasa cepat puas dengan hasil yang dicapai; bersikap apatis dalam merespons kebutuhan stakeholder dan user; malas belajar, bertanya, dan berdiskusi; dan bersikap tertutup terhadap ide-ide pengembangan.Memaknai diri dalam menjalankan amanah pegawai negeri sebagai bentuk “Komunikasi Ilahi Rabbi” dapat mengurangi sikap-sikap apatis dalam hal inovasi sehingga mampu memberikan manfaat yang lebih banyak sesuai dengan konteks situasi dan kondisi kita.
Keempat, tanggungjawab yang dimaknai sebagai“bekerja secara tuntas dan konsekuen” merupakan identitas religius dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kompleksitas masalah di era digital bukan menjadi halangan untuk menuntaskan kerja secara profesional melalui berbagai inovasi sehingga mampu mengokohkan integritas diri. Cerminan positif tanggungjawab dalam bekerja diantaranya menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu; berani mengakui kesalahan, bersedia menerima konsekuensi, dan melakukan langkah-langkah perbaikan; mengatasi masalah dengan segera; dan komitmen dengan tugas yang diberikan.
Dengan komitmen pada bidang pekerjaan yang ditekuninya, semangat mengabdi pada ilahi dan membangun negeri akan mampu memupuk insan yang bertanggungjawab dalam menjaga sikap dan tindakan komunikasi yang bersifat negatif. Mereka akan menjauhkan diri dari berbagai indikasi negatif dalam hal tanggungjawab, diantaranya lalai dalam melaksanakan tugas; menunda-nunda dan/atau menghindar dalam melaksanakan tugas; selalu merasa benar dan suka menyalahkan orang lain; menolak resiko atas hasil pekerjaan; memilih-milih pekerjaan sesuai dengan keinginan pribadi; dan menyalahgunakan wewenang dan tanggung jawab.Dengan semangat “Komunikasi Ilahi”, dapat memupuk kesadaran yang tinggi bagi aparatur untuk selalu bekerja on the track dalam mengemban kepercayaan dan menjalankan tugas dan fungsi masing-masing.
Kelima, keteladanan yang dimaknai “menjadi contoh yang baik bagi orang lain” merupakan sikap dan tindakan komunikasi yang paling penting. Sebab, keteladanan bukan pekerjaan gampang dan membutuhkan latihan yang ketat dan terukur. Maka, semangat menjadi contoh yang baik—-sedikit bicara banyak kerja—akan dapat mendorong seorang komunikator/ komunikan dalam memancarkan indikasi positif keteladanan, yakni berakhlak terpuji; memberikan pelayanan dengan sikap yang baik, ramah, senyum, cepat, adil dan ikhlas; membimbing dan memberikan arahan kepada bawahan dan teman sejawat; dan melakukan pekerjaan yang baik dimulai dari diri sendiri.
Melalui komunikasi religi, maka keteladanan akan mampu mengikis nilai-nilai negatif yang dapat meruntuhkan integritas sebagai pemakmur negeri (khalifah fil ardhi) yang gemah ripah loh jinawi. Sikap keteladanan ini akan melawan sikap dan tindakan komunikasi yang berakhlak tercela; melayani dengan seadanya dan sikap setengah hati; memperlakukan orang berbeda-beda secara subjektif; melanggar peraturan perundang-undangan; melakukan pembiaran terhadap bentuk pelanggaran.
Menghadirkan komunikasi Ilahi—komunikasi yang selalu menyandarkan diri sebagai makhluk Allah SWT—akan memberikan pesan bahwa ada perubahan yang lebih baik harus dilakukan oleh setiap elemen anak bangsa Indonesia. Mengkomunikasikan pesan 5BKsebagai tindakan komunikasi dalam melaksanakan tugas yang maksimal adalah bagian dari iktiar melahirkan “makhluk komunikasi” yang bermartabat, tidak hanya di dunia, tetapi hingga akhirat. Komunikasi Ilahi/ Religi menjadi ruang (media) yang tepat untuk membumikan lima budaya kerja yang positif tersebut.
*) Dr. Kun Wazis, M.I.Kom, Dosen Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Pascasarjana IAIN Jember, Anggota Ombudsman Jawa Pos Radar Jember 2019-2020.

Popular Posts