Javier Roca Bicara Budaya Media Sosial yang Kebablasan di Sepak Bola

 © Disediakan oleh Kompas.com Pelatih Persik Kediri, Javier Roca.

Perkembangan teknologi khususnya sosial media ikut mempengaruhi budaya sepak bola di Indonesia.

Hal tersebut ikut dirasakan oleh pelatih Persik Kediri yang sekaligus merupakan mantan pemain, Javier Roca.

Sebagai pesepak bola lintas generasi Javier Roca merasakan langsung peralihan budaya tersebut.

Menurut Javier Roca media sosial adalah pedang bermata dua.

Di satu sisi, media sosial mendekatkan suporter dengan para pemain dan klub. Suporter pun juga punya sarana yang memudahkan mereka melontarkan kritik, saran, dan aspirasi kepada kepada pemain mapun klub kesayangan.

Di sisi yang lain karena terlalu bebas dan tanpa kontrol yang baik, suporter acapkali kebablasan dalam bermedia sosial. Sehingga, budaya suporter yang tidak sehat dan bertanggung jawab pun tercipta.

"Sebenarnya kalau soal kritik suporter menurut saya lebih berat sekarang. Karena sekarang di medsos itu yang melihat medsos kan termasuk keluarga," ujar Javier Roca, pelatih asal Chile kepada Kompas.com.

"Pemain bola zaman dulu dihujat atau berantem sekalian di lapangan. Kalau sekarang orang mau protes bukan bawa nama pemain saja karena di medsos kan, yang lihat keluarga, anak dan itu berat. Tapi yaitu risiko pemain bola zaman sekarang."

"Tapi, medsos juga banyak yang dapat keuntungan, di-endorse dapat pendapatan tambahan. Jadi ada plus dan minus juga," kata Javier Roca.

Javier Roca juga melihat banyak kritik dari suporter di media sosial yang keluar batas sepak bola sampai menyangkut masalah keluarga dan kehidupan pemain.

Menurutnya tidak pernah dibenarkan menghina atau menjatuhkan harga diri seseorang dengan dalih kritik.

Budaya media sosial yang tidak sehat ini juga membuat komunikasi dua arah antara suporter dan tim menjadi terputus.

"Kemarin saya bahas waktu Barcelona kalah sama Real Madrid. Tidak ada kata-kata maki-makian kepada pemain," ucap pelatih berusia 44 tahun tersebut.

"Jadi, kita bisa tanya kenapa tim sebesar itu bisa begitu? Ya karena itu ada kritik, tapi tidak ada makian kepada pemain."

Peelatih Persik Kediri Javier Roca seusai mendapat kartu kuning dari wasit Fariq Hitaba saat pertandingan pekan 34 Liga 1 2021-2022 melawan Bali United yang berakhir dengan skor 1-3 di Stadion Kapten I Wayan Dipta Gianyar, Kamis (31/3/2022) malam.

"Klubnya tetap besar tapi pemain juga butuh dukungan. Bukan kalah dicaci maki, tapi tetap didukung untuk diperbaiki, lebih objektif kalah karena apa? Kalau sudah maki-maki itu kan sudah tidak sehat."

"Saya cek ada banyak komentar tapi tidak ada maki-makian kepada pemain. Jadi kita mikir kenapa tim sebesar ini? Karena suporter itu, namanya support mendukung bukan menjatuhkan kan?" tutur Javier Roca lagi.

Javier Roca sendiri tidak pernah memberikan batasan kepada pemainnya dalam bermedia sosial. Namun, ia mengingatkan supaya bijak dalam bermedia sosial.

Sebab, di mata Javier Roca media sosial itu manis, namun juga bisa beracun jika tidak bijak dalam menggunakannya.

"Saya bilang pujian itu seperti karamel, seperti lolipop. Enak dirasakan tapi kalo lama-lama jadi penyakit gula. Jadi jangan suka manis-manis karena pada suatu saat akan sakit," ucap mantan pemain Persebaya Surabaya itu.

"Pujian itu oke kita terima dan selalu bilang kalo kita menang hari ini kita nikmati sampai jam 12 malam. Besok sudah kita hapus, kita berjuang lagi dan kalau memang ada komen negatif kamu dimaki jangan dimasukkan hati juga. Kalau tidak nanti jatuhnya baper (bawa perasaan)."

"Jadi pemain bola kalau baper tidak cocok sebenarnya. Itu dua sisi yang aku bilang ke pemain," ucap Javier Roca mengakhiri.

Sumber : https://www.msn.com/id-id/olahraga/other/javier-roca-bicara-budaya-media-sosial-yang-kebablasan-di-sepak-bola/ar-AAW3WM7

Popular Posts