”Social Commerce” Dorong Kebangkitan UMKM


Tren transaksi jual beli di beberapa platform media sosial atau dikenal dengan istilah ”social commerce” semakin lazim dilakukan, termasuk dalam perputaran roda bisnis UMKM.


Hal tersebut menunjukkan UMKM semakin adaptif untuk masuk dalam aktivitas ekonomi digital sehingga dapat terus berkembang menjadi penopang roda perekonomian.


Aktivitas ekonomi digital berkembang pesat dengan berbagai model transaksi. Perdagangan elektronik atau e-commerce merambah ke berbagai platform media sosial atau bisa dikenal dengan istilah social commerce.


Secara singkat, social commerce adalah aktivitas jual beli yang dilakukan melalui media sosial. Kecanggihan pengembangan fitur di media sosial memang berupaya memanjakan dan menjawab kebutuhan penggunanya.


Kini, berbagai platform media sosial mengembangkan fitur social commerce. Hal tersebut menjadikan aktivitas di media sosial tak lagi sekadar berinteraksi, tetapi juga menjadi lapak daring bagi penjual guna menjajakan barang dagangan.



Tiktok Shop, Instagram Shop, Facebook Shop, Line Shop, dan lainnya merupakan perluasan dari platform media sosial yang tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat penghubung komunikasi sosial.


Melalui fitur social commerce yang tersedia, seperti katalog produk, pengguna media sosial secara mudah dapat mengakses produk yang diperjualbelikan.


Jika tertarik, proses transaksi dapat dilakukan sangat mudah dan biasanya terhubung dengan beragam metode pembayaran digital. Bahkan, pengalaman berbelanja kian menarik melalui model jualan dengan live streaming.


Lewat tayangan live video itu, konsumen dapat melihat produk secara lebih detail dengan komunikasi langsung selayaknya berada di toko penjual.

Digitalisasi UMKM

Kian masifnya perkembangan berbagai model digital untuk melakukan transaksi jual beli menjadi keuntungan besar bagi pelaku usaha, termasuk dalam perputaran bisnis usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Iklim digital yang berkembang begitu pesat itu, dengan jumlah pengguna aktif internet di Indonesia berdasar laporan We Are Social pada Januari 2023 mencapai lebih dari 212,9 juta orang, membuka ruang potensi pasar sangat luas. Hal ini selayaknya menjadi jawaban atas tantangan pemasaran produk yang dialami UMKM selama ini.

Melihat hal itu, keberadaan UMKM untuk masuk dalam aktivitas ekonomi digital semestinya terus didorong. Pemerintah, melalui Kementerian Koperasi dan UKM, mencatat jumlah UMKM yang telah masuk dalam ekosistem digital tak kurang dari 20,76 juta unit pada tahun 2022. Dibandingkan tahun sebelumnya, ada peningkatan lebih dari 26 persen.

Aktivitas perdagangan elektronik melalui media sosial menjadi solusi untuk menumbuhkan iklim digital di kalangan pengusaha kecil dan menengah.



Siaran langsung penjualan produk lokal pakaian dan aksesori luar ruang melalui lokapasar dan media sosial pada puncak hari belanja <i>online </i>nasional atau harbolnas 12.12 di gerai Angsana Outdoor di kawasan Sudimara Jaya, Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Senin (12/12/2022).

Siaran langsung penjualan produk lokal pakaian dan aksesori luar ruang melalui lokapasar dan media sosial pada puncak hari belanja online nasional atau harbolnas 12.12 di gerai Angsana Outdoor di kawasan Sudimara Jaya, Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Senin (12/12/2022).

Penggunaan social commerce dengan basis aplikasi digital media sosial menjadi salah satu kelebihan yang membuat pelaku UMKM lebih adaptif dengan sistem perdagangan daring.

Fitur perdagangan sosial yang terintegrasi dengan akun pengguna media sosial membuat pelaku usaha tidak perlu penyesuaian yang rumit dan memakan waktu lama.

Bahkan, bisa dikatakan, aktivitas menjajakan produk dagangan menjadi sesuatu yang lebih menyenangkan sama hal seperti berselancar di dalam media sosial.

Hal itu pula yang menjadi model berbelanja daring lewat media sosial ini sangat diminati banyak orang. Terkait hal itu, survei Populix secara khusus menangkap lanskap social commerce di Indonesia.

Survei yang dilakukan terhadap 1.020 responden yang tersebar di sejumlah wilayah perkotaan Indonesia ini mengungkapkan, aktivitas jual beli di media sosial sudah menjadi gaya hidup yang berkembang pesat.



Social commerce dipahami publik sebagai aktivitas yang menekankan transaksi jual beli di media sosial. Enam dari sepuluh responden survei menyatakan hal tersebut.

Temuan itu diperkuat dengan pengalaman publik terhadap aktivitas jual beli di media sosial yang ternyata juga sangat tinggi. Tidak kurang dari 86 persen responden survei mengaku pernah berbelanja secara daring melalui media sosial.

Lebih lanjut, hasil survei menangkap pengalaman berbelanja daring di media sosial oleh para responden tersebut memiliki preferensi platform yang beragam. Tiktok Shop menjadi platform social commerce yang paling banyak diminati dengan dipilih lebih dari 46 persen bagian responden.

Selanjutnya ada aplikasi Whatsapp yang secara terintegrasi memiliki fitur bisnis untuk para pelaku usaha. Sekitar seperlima bagian responden mengaku paling sering menggunakan media sosial ini untuk berbelanja.

Selebihnya, dalam proporsi yang lebih kecil, sekitar masing-masing 10 persen responden menyatakan lebih cenderung menggunakan Facebook Shop dan Instagram Shop sebagai media untuk berbelanja.

Penopang ekonomi

Terlepas dari platform media sosial apa yang menjadi preferensi dalam perdagangan secara daring, pengembangan fitur social commerce secara langsung mendorong pelaku usaha beralih masuk dalam aktivitas ekonomi digital. Perdagangan telah membuka sekat keterbatasan pelaku usaha kecil dan menengah untuk dapat menemukan pasar secara luas.

Ekonomi digital di Indonesia memang menunjukkan kemajuan yang positif dan potensial untuk terus berkembang. Dalam hal aktivitas di social commerce, hasil survei Populix memetakan jenis produk yang dipasarkan pun sangat beragam.

Pakaian menjadi produk yang paling banyak dibeli (61 persen) pada aktivitas social commerce. Selanjutnya produk- produk kecantikan juga dipilih 43 persen responden sebagai produk yang sering dibeli di lapak dagangan media sosial.

Termasuk pula makanan (38 persen) serta telepon genggam dan aksesorinya (31 persen). Adapun besaran rata-rata pengeluaran responden untuk berbelanja di media sosial ini mencapai lebih dari Rp 274,034 per bulan.

Kurir paket Aditya mengangkat keranjang berisi paket yang harus ia antarkan dari tempat pengantaran SiCepat di kawasan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Rabu (6/4/2022). 

Kurir paket Aditya mengangkat keranjang berisi paket yang harus ia antarkan dari tempat pengantaran SiCepat di kawasan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Rabu (6/4/2022).



Aspek positif lainnya yang juga terbaca jelas dari adaptasi UMKM dalam aktivitas ekonomi digital terbukti pada masa pandemi Covid-19.

Keterbatasan aktivitas justru tidak mendisrupsi aktivitas perdagangan secara daring, terbukti banyak pelaku UMKM yang dapat bertahan bahkan secara bisnis dapat tumbuh.

Publikasi ASEAN Invesment Report yang dirilis pada September 2022 mencatatkan bahwa Indonesia memiliki jumlah UMKM terbesar di Asia Tenggara dengan memiliki lebih dari 65,5 juta unit usaha.

Jumlah tersebut terpaut jauh jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang bahkan hanya baru berada di kisaran tiga juta unit usaha atau bahkan masih di bawah satu juta unit usaha.

Dengan potensi sebesar itu, tidak berlebihan memang jika mengatakan UMKM sebagai penopang perekonomian. Saat ini, kontribusi UMKM terhadap PDB mencapai di atas 60 persen, dengan serapan tenaga kerja 97 persen.

Dalam konteks ekonomi digital yang lebih luas, perputaran uang di dalam ekosistem ini memang terbilang begitu potensial.



Merujuk pada data Kementerian Komunikasi dan Informatika, sepanjang tahun 2022 nilai transaksi e-dagang di Indonesia mencapai Rp 477,3 triliun. Penjualan produk lokal, termasuk di dalamnya yang diproduksi UMKM, menyumbang nilai transaksi Rp 10 triliun.

Kementerian Koperasi dan UKM memprediksi, dengan potensi peningkatan yang ada saat ini, bukan tak mungkin pada tahun 2030 nilai transaksi ekonomi digital Indonesia bisa menyentuh angka Rp 4.531 triliun.

Semua itu tentu bisa mewujud jika seluruh pemangku kepentingan memiliki komitmen untuk berpihak pada kemajuan UMKM di ranah ekonomi digital.

Tak kalah penting dari itu, UMKM perlu terus diedukasi dan terbuka dengan perubahan serta inovasi untuk semakin berkembang. Termasuk keterbukaan dalam melihat potensi pasar yang besar dalam ekosistem perdagangan modern yang dilakukan di ruang digital.

Sumber:https://www.kompas.id/baca/riset/2023/03/29/social-commerce-dorong-kebangkitan-umkm

Popular Posts