UKM Berdaya dengan Go Digital: Pasar Lebih Luas, Pembayaran Lebih Mudah


Keberadaan marketplace atau penjualan online memang menguntungkan bagi pelaku usaha mikro menengah (UKM). Di Kabupaten Boyolali, ada ratusan UKM yang masih bertahan dan eksis pascapandemi Covid-19. Para UKM lokal ini mulai berekspansi merambah dunia digital. Baik dalam pemasaran maupun transaksinya. Dorongan UKM go digital ini juga didukung pemerintah desa.

Keberhasilan UKM dalam merambah pasar digital dirasakan pasangan suami istri (Pasutri) muda asal Kota Susu, Zulhilmi Luthfi Ramadhan, 27, dan Jihan Magi Mahdalefi, 25. Warga Bumi Singkil Indah (BSI), Karanggeneng, Boyolali Kota ini berhasil bertahan di bawah gempuran pandemi Covid-19 berkat merambah penjualan digital. Awalnya, pandemi sempat membuat usaha offline-nya terjun bebas.

Pasangan muda ini merintis usaha sejak November 2019. Kini, mereka menjadikan garasi rumah sebagai toko offline, ethni.co. Menyediakan beragam kerajinan fashion khas indi. Mulai dari ikat kepala lurik, gelang, topi, tas, kalung, pouch, kain, bahkan peralatan salat seperti sajadah dan peci. Sedangkan di ruang tengah rumahnya, disulap menjadi tempat untuk packing pesanan.

Pria yang disapa Hilmi itu mengenang kali pertama merintis kerajinan fashion lurik. Awalnya dia memang menyukai barang-barang etnik. Lalu hobinya tersebut dituangkan dalam bentuk usaha. Rintisan produk bernuansa etnik berbahan kain tenun dan kayu-kayuan.

Bersama sang istri, dia mulai memburu kain-kain lurik dari berbagai daerah. Mulai dari Klaten, Jepara hingga Lombok, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan lurik khas Batak, Sumatera.

Proses menemukan kain tenun juga tidak mudah. Awalnya dia memilih kain tenun khas Lombok, NTB maupun tenun Kalimantan yang masih ditenun manual. Sayangnya kocek yang dikeluarga cukup dalam. Mencapai jutaan rupiah.

Hal tersebut memengaruhi harga jual yang ikut mahal dan berimbas pada penjualan. Hilmi lantas memilih kain tenun Troso Jepara dengan harga lebih terjangkau, yakni Rp 80 ribu – Rp 250 ribu.

Saat itu, penjualan offline hanya mengandalkan relasi dan promosi dari mulut ke mulut di pasar lokal. Produk yang diusungnya berupa gelang tangan. Baik berbahan benang rajut maupun kain tenun.

Usahanya meredup akibat munculnya Covid-19 pada awal 2020. Hilmi memutar otak sebab pemasaran offline tak lagi menjanjikan. Bahkan sama sekali tak ada order masuk apalagi pengunjung toko.

Saat itu, media sosial yang booming adalah Facebook. Dia mulai mempromosikan lewat media sosial (medsos). Tapi tak mampu mendongkrak. Dia mulai merambah toko online.

“Itukan yang baru booming Facebook dan toko oranye. Tapi waktu itu Facebook nggak terlalu main. Penjualan stagnan. Kami lalu merambah marketplace, mulai upload barang. Dulu cuma asal-asalan. Nggak tahu foto barang yang bagus seperti apa, caranya biar dapat klik bagaimana. Pokoknya upload saja,” urainya kepada Jawa Pos Radar Solo, Selasa (28/3/2023).

Soal pasar, Hilmi mengamini tidak semua orang menyukai konsep etnik. Namun, penyuka konsep etnik juga tak kalah banyak. Asumsi tersebut jadi pemacu Hilmi dan istri memasarkan produk secara online.

Mereka lalu membuat toko online di berbagai marketplace. Teknik pemasaran online dipelajarinya secara otodidak. Mengandalkan YouTube dan internet untuk mempelajari teknik digital marketing.

“Entah ada yang beli atau tidak, yang penting (produk) kami masukkan dulu (marketplace). Biasanya tiap-tiap marketplace juga mengadakan seminar (digital marketing,red) online, saat itu kan pandemi. Meski hanya satu atau dua jam, ada pelatihannya. Jadi ya itu lumayan terbantu,” katanya.

Pegawai di salah satu dinas Pemkab Boyolali ini harus membagi waktu. Karena jam pelatihan digital marketing digelar saat jam kerja. Hilmi menyempatkan waktu menyimak. Hilmi dan istri bergantian mengelola media sosial dan marketplace. Proses produksi digarap bersama dibantu karyawan jahit.

“Sempat pesimis, tapi memang harus survive. Saya melihat pandemi ada untung ruginya. Untungnya harus lebih kreatif putar otak agar bisa laku, negatifnya barang susah terjual. Sejak pandemi, saya merambah penjualan lewat marketplace. Kuncinya harus konsiten. Saya pakai strategi free masker dan lainnya untuk tiap pembelian,” ungkapnya.

Seiring meningkatnya pengunjung marketplace di masa pandemi, Hilmi membuat inovasi berupa masker tenun dengan dua model earloop dan hijab, serta dua sisi masker dengan dua motif berbeda.

Dia mencari beberapa karyawan untuk membantunya. Mereka ditempatkan di bagian produksi, packing, dan administrasi. Dua lainnya sebagai back-up. Sedangkan pengelolaan marketplace dipasrahkan kepada sang istri.

Siapa yang mau berusaha, pasti ada jalan. Hilmi dimudahkan dengan pelatihan dari bank. Terutama dalam transaksi online. Selain mendapatkan rekening tabungan khusus untuk usahanya, tokonya juga didaftarkan quick response code indonesian standard (QRIS).

Transaksi pembelian dimudahkan karena konsumen cukup memindai kode batang QRIS. Tranksaksi cashless ini memberikan kemudahan karena uang langsung masuk ke rekening toko.

“Sangat terasa ketika sudah masuk penjualan online. Karena waktu offline, kami mengandalkan toko dan lingkupnya hanya Boyolali. Lalu ada marketplace, yang beli seluruh Indonesia, ke Papua, Kalimantan, luar Jawa. Kadang dari marketplace ada program ekspor. Ada pembeli dari Malaysia dan Singapura. Pas banyak order, peningkatan penjualan hingga 200-300 persen,” urainya.

Kini Hilmi memiliki delapan karyawan dan bisa memberdayakan masyarakat sekitar. Ada tiga karyawan khusus menjahit, satu administrasi dan karyawan lainnya.

Dia juga mengembangkan produk fashion sarimbit. Peminatnya cukup tinggi meski dengan sistem pre order. Omzetnya hingga Rp 40 juta per bulan. Nominal tersebut naik tinggi dibandingkan 2021 yang hanya Rp 10 juta – Rp 15 juta per bulan. Hilmi mengamini dengan go digital mampu memberdayakan UKM dan masyarakat.

Manfaat UKM go digital juga dirasakan pelaku usaha asal Banaran, Boyolali Kota, Erna Dyah Wilujeng, 40. Single parents ini merintis usaha bantal unik sejak 2009.

Produknya berkembang menjadi berbagai bantal untuk bayi dan aneka kerajinan perca lainnya. Seperti sprei, gorden, totebag, dompet kain perca, gantungan kunci kain perca dan lainnya.

Kemampuannya menjahit diperoleh secara otodidak. Saat SMP, ibunya membeli mesin jahit. Erna iseng mencobanya dan ketagihan sampai sekarang.

Bantal unik tersebut mendapat respons positif dari konsumen. Bahkan pernah hits pada masanya. Selain itu, bantal sofa juga sangat diminati. Tak disangka, badai pandemi menghantam nyaris semua sektor pada 2020. Erna mulai memutar otak untuk mengembangkan bisnisnya. Dia membuat aneka bantal bayi.

“Pandemi, penjualan dan omzet saya turun drastis. Daya beli masyarakat berkurang banyak. Tapi selama pandemi, banyak yang hamil dan melahirkan. Jadi saya banting stir ya. Memperbanyak produksi bantal untuk ibu hamil dan bayi,” katanya.

Produk Erna antara lain bantal antigumoh atau muntah, bantal hamil, bantal leher bayi, bantal menyusui dan lainnya. Respons pasar sangat bagus. Produknya laris manis. Banyak yang membeli untuk dipakai sendiri maupun untuk kado. Dia merasa itu hikmah dari pandemi.

Ide-ide aneka bentuk bantal didapat dari internet. Erna sering berselancar di Pinterest dan lainnya. Kadang ide muncul begitu saja. Tidak ada yang terbuang dari bahan baku produknya. Sisa kain perca digunakan untuk sandal-sandal bayi. Dia juga berinovasi mempercantik kemasan.

“Kuncinya konsisten. Saya juga tergabung dalam Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN). Jadi penjualan online sampai teknik pemasaran, saya pelajari sendiri dan juga dari pelatihan-pelatihan yang sudah saya ikuti sebelumnya. Nggak sekali-dua kali saya gagal. Kadang juga orderan sepi, nggak banyak yang beli. Tantangannya di situ. Bagaimana caranya agar bisnis bisa ramai dan laris. Bagaimana caranya saya mem-branding produk agar banyak peminatnya. Maka saya memberikan jaminan kualitas dan promo,” beber dia.

Kini, Erna tak hanya menjadi pelaku UKM. Tapi juga membagikan ilmu pada wirausahawan muda di seluruh Indonesia. Pendampingan UMKM sudah dilakoninya sejak 2016. Dia sering diundang dari Kemenkop dan dinas-dinas di daerah.

Pelatihan yang pernah dimentorinya yakni di Manokwari, Papua; Manado, Gorontalo, Samosir, Garut, Riau, Banjarmasin. Baginya, ada kepuasan tersendiri ketika UMKM bisa maju dan merambah pasar digital.

“Belajar bersama, sharing bersama bagaimana caranya kita branding produk, mengemas produk kita menarik dan memiliki nilai jual tinggi. Bagaimana caranya mempromosikan dagangan kita go digital. Prospek UKM sangat menjanjikan, peluangnya besar. Di saat kemarin pandemi Covid-19 meluluh lantahkan usaha-usaha besar, kita bisa lihat, teman-teman UKM ini masih survive. Jadi jangan meremehkan usaha-usaha kecil, UKM. Karena potensi UKM besar sekali dalam roda perokonomian di Indonesia,” jelas juara II tingkat Provinsi Jateng dalam kategori perempuan pengusaha berprestasi 2022 ini.

Dukungan UMKM go digital juga merambah di lingkup pedesaan. Antara lain Pemerintah Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali yang mengembangkan desa digital.

Pada 2021, Kepala Desa (Kades) Tawangsari Yayuk Tutiek Supriyanti melihat warganya memiliki potensi besar di bidang usaha. Banyak UMKM tumbuh di desanya.

Awalnya, transaksi warga dilakukan melalui grup WhatsApp (WA) desa. Berbagai macam produk UMKM seperti mi, dawet, karak tanpa borak, batik difabel, keripik dan lainnya bermunculan.

“Sistem jual beli lewat grub WA desa mencapai Rp 10 juta-Rp 20 juta tiap harinya. Penjual mengantarkan barang ke pembeli dan membayarkan secara cash on delivery (COD). Ternyata semua tidak semulus itu karena pandemi semakin meluas sejak Juni-Agustus 2021,” jelasnya.

Pemdes Tawangsari lantas menggandeng Bank Indonesia (BI) untuk mengembangkan layanan transaksi nontunai. Penerapan transaksi nontunai ini sudah diterapkan hampir 2,5 tahun terkahir.

Pemdes Tawangsari dibantu BI membuatkan QRIS untuk 1.400 pelaku UMKM di desa setempat pada akhir 2021. Hampir semua warga desa telah menggunakan transaksi digital. Desa juga menggelar pelatihan transaksi cashless. Karena transaksi jual beli dimudahkan hanya dengan memindai kode batang QRIS.

Kini, pematangan desa digital juga didukung Kementerian Desa (Kemendes) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) klaster Danareksa. Bazar digital akan digelar untuk membiasakan transaksi nontunai.

Pemdes Tawangsari juga akan melakukan pelatihan digital bagi pelaku UMKM selama tiga hari ke depan. Setiap tenda UMKM telah dipasangi barcode QRIS.

Kabid Usaha Mikro, Dinas Koperasi dan Tenaga Kerja (Diskopnaker) dan UMKM Boyolali Nunung Susilowati mengatakan, dorongan untuk memfasilitasi pelaku UMKM terus dilakukan. Di Boyolali, ada 49.024 UMKM yang telah terdaftar dalam aplikasi Esemu Diskopnaker UMKM. Mereka mendapatkan kesempatan untuk pelatihan maupun pendampingan pemasaran.

“Yang sudah mengikuti pelatihan go digital ada 150 UMKM. Dari pemkab juga mendorong dan memberikan bantuan. Turut memfasilitasi melalui pelatihan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM),” ucapnya.

Pelaku UMKM tak hanya dibekali soft skill, tapi juga cara memanfaatkan teknologi digital. Kelas pelatihan pemasaran daring menjadi topik yang selalu disampaikan. Tujuannya, pelaku UMKM tak hanya bisa membuat produk, tetapi mampu memasarkan produk secara offline maupun online.

Selama dua hari pelatihan, pelaku UMKM mendapat materi dari praktisi dan praktik. Setelahnya, dinas akan memberikan bantuan modal guna dikembangkan oleh pelaku UMKM. Tak hanya itu, Pemkab Boyolali juga mendampingi proses produksi, pengemasan, hingga pemasaran daring.

“Kami melakukan pendampingan dan evaluasi berkala, sehingga bisa memberi masukan dan motivasi pada pelaku UMKM,” terang dia.

Dalam setahun, Diskopnaker UMKM Boyolali mengajak 30 pelaku UMKM untuk mengikuti pelatihan dan pendampingan. Masing-masing pemerintah kecamatan dilibatkan untuk mengirimkan data UMKM yang perlu dibina. Kemudian dilakukan pencocokan data Esemu Diskopnaker UMKM. Agar materi yang disampaikan lebih optimal, jumlah peserta setiap gelombang pelatihan dibatasi.

Sumber: https://radarsolo.jawapos.com/daerah/boyolali/28/03/2023/ukm-berdaya-dengan-go-digital-pasar-lebih-luas-pembayaran-lebih-mudah/ 

Popular Posts