Medsos Disebut Hati-hati Tayangkan Materi Perang Rusia dan Ukraina

 Ilustrasi media sosial di Rusia. (Foto: CNN Indonesia/Bisma Septalisma)

Platform media sosial disebut lebih berhati-hati memberi sanksi kepada Rusia, usai invasi ke Ukraina. Sikap hati-hati ini sebagai bentuk kekhawatiran putusnya informasi yang akan didapat masyarakat Rusia di tengah perang ini.

Salah satu contoh, alih-alih mengumumkan pembatasan pada akun pemerintah Rusia, platform media sosial justru cuma menghapus postingan, bukan melarang akun media sosial milik pemerintah berhenti beroperasi.

Sejumlah platform media sosial hanya membatasi postingan yang dianggap melanggar aturan dari perusahaan atau yang membuat propaganda di tengah masyarakat.

"Kami berada dalam situasi krisis yang serius sekarang, dan kami berada dalam situasi perang informasi di mana mungkin menangguhkan akun atau melarang mereka untuk (beroperasi) selamanya, akan sangat masuk akal," kata pakar komunikasi Alina Polyakova dari Center for European Policy Analysis.

Meski demikian, Alina menuding platform media sosial saat ini cenderung membiarkan akun pemerintah Rusia dan media pro pemerintah Rusia untuk beroperasi, dan hanya mengawasi konten yang diunggah saja.

Sebagai informasi, pada awal pekan ini Facebook menghapus postingan kedutaan Rusia di Inggris karena membantah fakta tentang pemboman sebuah rumah sakit di Mariupol.

Drew Pusateri, juru bicara Meta mengatakan postingan itu dianggap melanggar kebijakan Facebook karena tidak memperhatikan konten yang berbau peristiwa kekerasan. Unggahan serupa pejabat kedutaan Rusia juga dihapus dari Twitter karena melanggar kebijakan platform, karena terdapat unsur peristiwa kekerasan beberapa waktu lalu.

Akun media sosial Rusia yang dimoderasi pemerintah saat ini tetap aktif baik di Meta maupun di Twitter, bersama dengan kementerian luar negeri dan kementerian pertahanan Rusia.

Di Twitter, akun yang dijalankan oleh kantor Presiden Rusia Vladimir Putin masih membagikan foto promosi Kremlin, dan tautan siaran pers. Sedangkan di YouTube, saluran pemerintah Rusia menyiarkan pidato Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov.

"Kami tidak menghapus akun bahkan ketika kami tidak setuju dengan konten yang mereka posting. Tetapi kami mengambil tindakan ketika mereka melanggar aturan kami," kata Meta.

Meta berdalih, dunia layak mendapat kesempatan untuk mendengar dan meneliti isi informasi yang diberikan dari para pemimpin Rusia saat ini. Namun, sejumlah media sosial memberi simbol atau lebel pada akun yang dikelola pemerintah Rusia, dengan dalih sebagai transparansi kepada publik.

Twitter mengaku langkahnya membatasi media pemerintah Rusia telah menyebabkan penurunan pendapatan 30 persen dalam jangkauan konten. Namun kini tidak membatasi, melainkan memberi label akun milik pemerintah Ukraina dan Belarusia.

Ivy Choi, juru bicara YouTube, mengatakan kebijakan platform berlaku sama untuk semua pengguna, termasuk saluran pemerintah Rusia. Ia mengklaim timnya terus memantau situasi penyebaran informasi di media sosial ini dengan cermat, dikutip CNN.

Ia mengatakan YouTube telah memblokir akun Vladimir Solovyov, seorang penyiar pro-Rusia, karena berulang kali melanggar kebijakan YouTube termasuk kebijakannya terhadap ujaran kebencian.

Tetapi YouTube tidak mengidentifikasi akun resmi pemerintah Rusia yang telah diblokir. Dengan demikian sederet perusahaan media sosial mulai berhati-hati mengambil pembatasan dengan Rusia, apapun alasan yang mendasarinya.

Karen Kornbluh, seorang ahli disinformasi di German Marshall Fund Amerika Serikat mengatakan situasi militer, politik dan diplomatik yang berkembang pesat dapat mendorong platform untuk ragu- dalam mengambil kebijakan.

"Ini adalah tindakan penyeimbangan yang sulit untuk platform. Mereka tidak ingin mengambil keputusan dalam perselisihan politik internasional," kata Kornbluh.

Namun meskipun perusahaan tekologi berhati-hati terjebak dalam posisi yang tidak nyama, platform juga harus memberi batasan pada akun pemerintah Rusia seperti akun media yang dimoderasi pemerintah Kremlin.

(can/mik)

Sumber : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220321182638-185-774364/medsos-disebut-hati-hati-tayangkan-materi-perang-rusia-dan-ukraina.

Popular Posts