E-Grocery: Inovasi Pemasaran Merespon Perubahan Perilaku Konsumen


Sebagai negara agraris, sektor pertanian menjadi prioritas utama dalam peningkatan ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dipahami mengingat besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Pada 2021 kontribusi pertanian terhadap PDB Indonesia mencapai 11,39 persen. Jumlah itu terbesar ketiga setelah industri pengolahan dan perdagangan (BPS 2022).

Pandemi memberikan pembelajaran berharga bagi seluruh sektor bisnis, termasuk sektor pertanian. Meski menyisakan banyak kisah pilu, pandemi telah menjadi momentum kebangkitan sektor pertanian untuk mengakselerasi pemanfaatan teknologi digital dalam pemasaran produknya.

Inovasi pemasaran produk pertanian melalui jalur pemasaran online disebabkan oleh pergeseran perilaku konsumen (consumer behavior shifting) untuk memenuhi kebutuhannya pada masa pandemi hingga kini. Terpaan pandemi selama dua tahun terakhir telah berhasil mengubah pola perilaku konsumen.

Berbagai kebijakan restriksi sosial memunculkan habit baru di kalangan masyarakat dalam melakukan pembelian suatu produk. Survei Nielsen (2020) menunjukkan bahwa sebanyak 30 persen masyarakat Indonesia berencana untuk melakukan belanja online lebih sering daripada biasanya, di mana mulai bergeser dari produk indulgence ke produk utility.

Sebelum pandemi, masyarakat lebih banyak memesan online produk makanan/minuman yang memberikan pengalaman baru atau produk yang sedang hits (indulgence). Akan tetapi, pola pembelian tersebut mulai bergeser pada produk pangan kebutuhan rutin sehari-hari (utility).





Berdasarkan data Google Trend, terjadi peningkatan pencarian bahan pokok sebesar 24 persen pada kuartal I 2022 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Fenomena pergeseran perilaku konsumen tersebut menjadi peluang emas yang direspon produsen produk pangan segar.

Pemanfaatan digital marketing menjadi salah satu inovasi pemasaran produk utility ini. Beberapa produsen menjual produk pangan segarnya di salah satu atau kombinasi beberapa platform, seperti marketplace, social media, atau quick-commerce.

E-grocery menjadi semakin populer dan melibatkan pemain e-commerce murni serta toko fisik dalam pengembangan dan aktvitas pejualannya. Bjørgen et.al. (2021) menjelaskan, e-groceries merupakan layanan online yang meliputi pengiriman makanan dan bahan pangan segar ke rumah konsumen, termasuk pengiriman makanan dari restoran ke rumah, pengiriman dari toko grosir dan pengiriman produk pertanian. Perkembangan e-groceries ini diharapkan dapat menjadi alternatif solusi yang memberikan nilai tambah di setiap rantai nilai produk pertanian, termasuk fair trade bagi para petani lokal.

Seiring dengan bertumbuhnya industri agritech, bisnis e-grocery kian diminati para pelaku usaha. Sejak pandemi hingga kini, bisnis e-grocery menjadi salah satu segmen agritech yang paling potensial.

Tech in Asia Indonesia (2022) menginformasikan bahwa ukuran pasar online grocery di Indonesia diperkirakan tumbuh hingga 6 miliar dolar AS (sekitar Rp 91,56 triliun) pada 2025. Jumlah itu menjadikan pasar dalam negeri sebagai salah satu dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara. Meski banyak pemain yang mulai muncul di bisnis e-grocery, tapi resiliensinya perlu dianalisis lebih lanjut.




Persaingan yang cukup ketat di industri ini menimbulkan pertanyaan terkait keberlanjutan sektor e-grocery pada masa depan. Analisis terkait sentimen pasar dalam negeri menjadi hal krusial dalam menakar demand industri ini.

Pada riset yang dilakukan penulis tahun 2020 terhadap 648 responden di Jabodetabek, diketahui bahwa sayuran (44,8 persen) merupakan jenis pangan segar yang paling sering dibeli oleh konsumen. Hal ini dapat dipahami karena sayuran merupakan bahan pangan segar dengan tingkat perishable paling tinggi dibandingkan bahan pangan segar lain, seperti buah, ikan, telur, dan lainnya. Sehingga, siklus pembelian sayuran lebih sering dilakukan dengan tujuan menghindari kerusakan produk.

Persentase konsumen yang membeli pangan segar secara online mengalami peningkatan setelah adanya pandemi.

Riset ini juga memberikan gambaran mengenai pergeseran perilaku konsumen saat membeli pangan segar. Sebelum adanya pandemi, toko fisik seperti warung kecil, penjual sayur, pasar tradisional, dan supermarket merupakan channel pemasaran yang umumnya dipilih konsumen saat membeli pangan segar (74,5 persen). Sisanya sebanyak 25,5 persen konsumen membelinya secara online.

Akan tetapi, persentase konsumen yang membeli pangan segar secara online mengalami peningkatan setelah adanya pandemi. Terdapat 396 responden (61,2 persen) yang membeli pangan segar melalui platform online dan sisanya sebesar 38,8 persen membelinya di toko offline. Beberapa platform online yang dipilih dalam membeli pangan segar, di antaranya melalui Whatsapp, marketplace, mobile application, social media, atau quick-commerce.




Pergeseran perilaku konsumen ini menunjukkan terjadinya kebiasaan baru di pasar produk pangan segar. Kebiasaan baru yang terbentuk saat pandemi tidak menutup kemungkinan akan berlanjut pada masa depan sepanjang produsen dapat menawarkan unique selling proposition dari produk pangan segar yang dijualnya secara online.

Peluang keberlanjutan habit ini dapat diawali dengan mengidentifikasi minat membeli kembali pangan segar online pada masa mendatang. Dilakukan pemodelan berdasarkan theory of planned behavior (TPB) menggunakan analisis structural equation modeling. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel laten subjective norm (β=0,747) dan Attitude (β=0,356) berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap buying intention.

Minat membeli kembali produk pangan segar online pada masa mendatang sangat dipengaruhi oleh faktor sikap konsumen dan perilaku orang-orang terdekat di sekeliling konsumen. Produsen pangan segar online dapat memberikan informasi yang mampu membentuk keyakinan konsumen bahwa produk yang dijualnya memiliki value added yang spesial sehingga konsumen memahaminya sebagai produk yang berkualitas dan patut dipertahankan.

Produsen juga perlu memahami siapa saja orang terdekat dari target konsumen produk pangan segar online yang dapat berperan sebagai decision maker, influencer, bahkan blocker dalam pengambilan keputusan pembeliannya. Ragam kampanye pemasaran dapat diarahkan untuk memperkuat dua determinan kunci, yaitu pembentukan sikap positif dan optimalisasi peran social group konsumen.

Popular Posts